2019 here we go, Blablablah

Gadget vs No Gadget

Ngeri nian setiap kali saya membaca atau mendengar tentang mamah mamah yang membandingkan satu sama lain, mulai dari breastfeeding mom vs sufor. Mamah pampers vs popok kain. Fulltime school kids vs homeschool. Gadget vs antigadget, dst.

Di rumah, jujur saja kami tidak bisa terlepas dari gadget. Pekerjaan saya (mamah) membuat tengah malam pun kalo ada telpon atau WA dari rumah sakit ya pastinya kudu diangkat karena pasti sesuatu yang darurat. Pengen banget sih sebetulnya, bisa mematikan HP barang 2-3 jam setiap malam. Tapi itu hal yang tidak memungkinkan 🤭

Belum lagi kalau ada deadline macam2 pasti banyak di depan laptop. Sehingga anak-anak memang banyak main di depan ipad. Rasa bersalah? Pasti iya. Apakah kemudian membuat kami jadi antigadget karena rasa bersalah? Hmmm.

Jujur saja saya sampai saat ini memiliki pemahaman bahwa anak2 lahir dan diciptakan untuk masa yang akan sama sekali berbeda dengan masa sekarang. Sebagai generasi 90an, jelas kami berdua merasakan perkembangan teknologi yang luar biasa dalam 30 tahun terakhir. Apakah perkembangan teknologi ini akan mengalami stagnansi ketika anak2 beranjak remaja dan dewasa? Saya kira tidak.

Jaman kami dulu inspirasi didapatkan dari nonton kartun Doraemon dan lihat robot-robot datang dari masa depan di komik Dragon Ball. Membayangkan akan ada mobil listrik, layar sentuh, adalah sesuatu yang extraordinary di saat itu. Hanya untuk membayangkan, menciptakan kreatifitas di angan-angan, adalah sesuatu yang mewah.

Anak-anak kami? Pasti mereka memiliki inspirasi jauh lebih luar biasa yang mungkin akan mereka wujudkan di jamannya. Di tahun 2040an. Dari mana sumber inspirasi itu berasal? Saya rasa sebagai orangtua kami wajib menciptakan lingkungan yang bisa membangun inspirasi itu. Di saat kami bisa memberikan kondisi yang ideal, why not?

Gadget pasti memiliki sisi yang mengerikan ketika kita tidak bisa memahami dan mengendalikan. Anak-anak kami pun pernah mengalami masa tantrum yang disebabkan gadget. Pemantauan adalah hal yang sangat penting. Terhadap isi dari apa yang mereka tonton utamanya.

Si Kakak sempat terbentuk bad habbit ketika kami terlewat membiarkan dia menonton suatu acara review game (Robl*x). Karena ternyata yang melakukan review adalah orang-orang dewasa yang kadang menggunakan bahasa yang tidak appropiate untuk disimak oleh anak usia 5 tahun. Padahal gamenya adalah Hide and Seek yang seharusnya aman untuk ditonton maupun dimainkan.

Di sisi lain, si Kakak mendapat knowledge yang luar biasa dari gadget yang sama. Di saat dia menemukan video tentang solar system, aneka review dan animasi serta lagu-lagu yang menyenangkan untuk didengarkan, disitu dia belajar memahami bahasa Inggris dan akhirnya hapal seluruh nama-nama planet, dwarf planet, satelit dan detail dari solar system yang dulu saat jaman saya kecil sama sekali tak terbayangkan.

Si Adik pun belajar aneka macam spesies hewan, mulai dari singa, harimau, kuda yang bisa ditemukan di kebun binatang. Sampai singa laut, ikan paus, gurita yang tidak mungkin saya pertemukan di kehidupan nyata.

Pengawasan pastinya adalah hal yang harus dikerjakan secara kontinyu. Ketika anak melakukan bad habbit karena mencontoh dari gadget, maka jelas orangtuanya yang salah. Disitu peran mamah dan ayah (dan ART serta pengasuh anak pastinya, karena saya adalah working mom) untuk memiliki pemahaman yang sama. Kapan gadget itu harus dimatikan paksa, syukur2 kalau si anak paham kondisi-kondisi tertentu yang memaksa kami untuk menghentikan pemakaian gadget untuk sementara. Bukan hanya mamah dan ayah yang harus melototin apa yang anak-anak tonton, tapi juga semua yang ada di rumah. Dan kami sangat terbantu dengan aplikasi menonton video khusus anak sehingga video dewasa bisa terlimitasi dengan sendirinya.

However, saya paham dengan sepaham-pahamnya bahwa tidak semua mamah dan ayah memiliki keinginan, visi misi dan kesepakatan yang sama. Namun setiap orangtua pasti ingin menciptakan lingkungan terbaik untuk anaknya, karena setiap orangtua berbeda, kondisi yang berbeda, dan anak-anak dengan karakteristik yang pasti juga berbeda.

Yang pasti, tidak perlu memberikan judgement satu sama lain 👌🏻👌🏻👌🏻💋

2019 here we go, Blablablah

Long Time No See

Lama sekali tulisan ini muncul setelah postingan terakhir yang berhasil saya selesaikan. Beberapa draft hanya sempat saya tuliskan satu atau dua paragraf, bahkan belum masuk ke inti cerita. Cita-cita setinggi langit 30 posts/month hanya tinggal cita2 belaka >___<30 post

Kesibukan dan, sok sibuk sih penyebabnya. Beberapa kali rasa iri menyelimuti ketika melihat sahabat terdekat yang aktif ngeblog bisa menelurkan tulisan-tulisan yang apik. *colek Tika dan Supi, rolemodel banget dah!

Anyway, mudah-mudahan ini menjadi pancingan untuk bisa menulis lagi. Syemangat!